Rabu, 02 Mei 2012

SEKELUMIT PERSOALAN TENTANG PKL


Paradigma pembangunan yang selama ini berorientasi pada pertumbuhan ekonomi secara nyata belum menampakkan hasil yang maksimal. Salah satu indikasinya adalah masih tingginya angka pengangguran dan kemiskinan. Inilah tantangan pembangunan di Indonesia saat ini yakni mengatasi masalah pengangguran dan kesempatan kerja. Sulitnya mengatasi masalah tersebut karena jumlah pencari kerja relatif banyak, sementara mutu pendidikan dan keterampilannya rendah atau tidak sesuai dengan permintaan lapangan kerja karena persaingan dalam arena pasar kerja yang melibatkan pencari kerja dengan kemampuan memadai yang dibutuhkan oleh sektor formal sangat tinggi. Bertolak dari keadaan inilah, sektor informal menjadi kantong penyangga bagi para pencari kerja yang kurang kompetitif tersebut. Dengan keterbatasan peluang kerja sehingga masyarakat pun berupaya menciptakan peluang kerja di sektor informal dan salah satunya adalah memilih bekerja sebagai Pedagang Kaki Lima (PKL).
           
Kota Banjarmasin sebagai pusat perdagangan bagi daerah kabupaten-kabupaten lain yang ada di Kalimantan Selatan saat ini terus berkembang dari waktu ke waktu. Namun ironisnya perkembangan dDi kota Banjarmasin dibarengi pula dengan masalah kependudukan dan masalah tenaga kerja. Hal ini karena tingginya tingginya tingkat pertumbuhan penduduk akan berpengaruh juga pada tingginya penyediaan tenaga kerja. Sehingga disaat yang sama Kota Banjarmasin harus berhadapan dengan masalah keterbatasan biaya pembangunan dan kemampuan kota untuk menyediakan lapangan pekerjaan.

Dengan penawaran tenaga kerja yang tinggi tanpa di ikuti penyediaan kesempatan kerja yang cukup akan menimbulkan pengangguran dan setengah pengangguran.  Untuk itulah perluasan kesempatan kerja merupakan kebutuhan yang makin mendesak dan dalam rangka meratakan pembangunan di Kota Banjarmasin. Kenyataan yang terjadi di kota ini jumlah pencari kerja yang semakin tinggi namun tidak diimbangi dengan tingkat pertumbuhan lapangan pekerjaan. Dari sinilah awal adanya kecenderungan bahwa  mereka yang tidak tertampung di sektor formal membuka lapangan kerja sendiri di sektor informal yang salah satunya adalah PKL.

Masalah PKL semakin meningkat sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1998, agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya maka banyak sekali kegiatan ekonomi yang akhirnya cenderung beralih pada sektor informal ini. Terlebih selama krisis moneter menyebabkan banyak industri gulung tikar, yang menyebabkan banyak terjadi pemutusan hubungan kerja. Hal ini pada gilirannya menambah penggangguran baru, yang nantinya muncul fenomena-fenomena baru pedagang kaki lima sebagai jalan keluar dari pengangguran.

Banyaknya sektor informal dalam bentuk penyedia barang yang dilakukan oleh PKL memunculkan kesemrawutan pada ruang-ruang kota. Jika mereka ini menjajakan secara sembarangan dipinggir jalan, maka yang terjadi adalah kemacetan. Lagi-lagi keadaan ini menyebabkan pemborosan yang besar, baik dilihat dari segi energi dan waktu. Ketidak aturan seperti itu tidak hanya menyebabkan kemacetan tetapi juga pemandangan yang tidak baik dan seringkali sektor informal seperti ini menyebakan kerusakan lingkungan dengan buangannya yang sembarangan.

Inilah persoalan yang tengah di hadapi kota Banjarmasin sekalipun telah diakui terjadi berbagai kemajuan dalam hal pembangunan fisik, tetapi kita tidak bisa menutup mata bahwa disaat yang sama juga masih menyisakan berbagai masalah sosial yang tak kalah pelik. Di berbagai sudut kota, setiap hari dengan mudah disaksikan PKL yang menjajakan dagangannya tanpa mengindahkan aturan yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar