Minggu, 08 Agustus 2010

MENCERMATI HAK ANGKET DALAM SISTEM KETATANEGARAAN

Oleh Lies Ariany


1. Istilah Angket dan Hak Angket
Istilah “angket” itu sendiri berasal dari bahasa Perancis ‘enquete’ (asal kata inquirere- latin) yang artinya penyelidikan. Dalam bahasa Indonesia istilah angket mempunyai 3 macam arti: 1. Daftar pertanyaan tertulis mengenai masalah tertentu dengan ruang untuk jawaban bagi setiap pertanyaan; 2. Pemeriksaan saksi-saksi dipersidangan perkara perdata baik yang diajukan oleh penggugat maupun oleh tergugat; 3. Penyelidikan oleh lembaga perwakilan rakyat terhadap kegiatan pemerintah.
Dalam konteks sekarang menyangkut istilah hak angket maka yang tepat adalah istilah yang terakhir yakni “penyelidikan oleh lembaga perwakilan rakyat terhadap kegiatan pemerintah”, menurut Ensiklopedi Indonesia angket diartikan sebagai hak Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengadakan pemeriksaan dan penyelidikan atas suatu hal yang menurut persangkaan DPR telah disepakati bersama antara DPR dan Pemerintah”.
Oleh karena itu hak angket lazim disandingkan dengan hak penyelidikan. Namun menurut Prof Bagir Manan mantan Hakim Agung pemakaian istilah hak penyelidikan sebaiknya dihindarkan. Pemakaian istilah penyelidikan dapat menimbulkan salah pengertian. Istilah penyelidikan itu sendiri merupakan proses awal dalam mengungkapkan dugaan telah terjadi perbuatan pidana. Untuk itu penggunaan hak angket dimaksudkan sebagai suatu fact finding atau untuk merumuskan suatu kebijakan.
2.Hak Angket Dalam Tinjauan Yuridis
Jika kita melihat dalam sejarah hak angket di Indonesia yang dimulai sejak masa penjajahan kolonial Belanda maka sewaktu terbentuknya Volksraad (Dewan Rakyat), pernah diupayakan melalui mosi Stokvis agar hak angket dimasukkan sebagai salah satu hak dari Volksraad berdampingan dengan hak-haknya yang lain seperti hak petisi, hak interpelasi, hak inisiatif dan hak amandemen. Namun pada masa itu, Volksraad dalam sidangnya menolak mosi Stokvis itu. Dengan sendirinya, upaya untuk memasukkan hak angket sebagai salah satu hak dari Volksraad menemui kegagalan.
Baru setelah Indonesia merdeka maka sejak awal kemerdekaan hingga sekarang bergulirnya kasus Bank Century dapat diketahui bahwa hak angket itu merupakan hal yang diakui dalam sistem ketatanegaraan kita baik itu dalam UUD 1945 sebelum dan setelah amandemen, Konstitusi RIS 1949 maupun UUDS 1950. Berbicara hak angket dalam tataran yuridis setelah amandemen kedua UUD 1945 pengaturannya ada pada Pasal 20A ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “ Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat”. Dengan dasar ini hak angket memperoleh jastifikasi dan legitimasi yang kuat dari UD 1945 dan dari rumusan tersebut secara konseptual, hak angket ada sebagai sesuatu yang melekat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Selain dalam UUD 1945 dalam tataran yuridis sumber legitimasi hak angket di jumpai dalam UU No. 6 Tahun 1954 tentang Hak Angket yang lahir sebagai realisasi dari ketentuan Pasal 70 UUDS 1950 hal ini sebenarnya suatu hal yang dilematis dalam sistem ketatanegaraan kita karena tidak lagi sesuai dengan sistem ketatanegaraan yang digariskan UUD 1945 setelah amandemen dan tentunya jelas berbeda dengan sistem ketatanegaraan berdasarkan UUDS 1950, namun dalam kenyataannya UU No 6 Tahun 1954 hingga saat ini masih dinyatakan berlaku dan diakui keabsahannya berdasarkan Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945.
Demikian pula dalam Pasal 77 UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang berbunyi “ Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu Undang-Undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan”. Aturan-aturan inilah yang dijadikan sebagai dasar untuk memproses hak angket termasuk kasus Bank Century yang tengah bergulir sekarang.
3. Hak Angket Sebagai Implementasi Fungsi Pengawasan
Keberadaan hak angket dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan salah satu bentuk manifestasi dari prinsip kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh DPR. Disinilah kehadiran DPR sebagai sebagai lembaga yang mewakili dan mewujudkan kedaulatan rakyat merupakan hal yang mutlak, terutama dalam pembuatan kebijakan umum serta pengawasan pelaksanaan pemerintahan agar sesuai dengan kehendak rakyat.
Di satu sisi fungsi DPR dalam bidang legisasi semakin berkurang namun disisi lain fungsi pengawasan yang dimiliki DPR haruslah di optimalkan, agar dalam prakteknya kebijakan yang diambil Presiden sesuai dengan UUD dan UU. Ditempatkannya hak angket pada fungsi pengawasan DPR merupakan gejala umum pada masa sekarang, dimana titik berat pembentukan perundang-undangan telah banyak bergeser ke tangan Presiden beserta jajarannya yang memainkan peran aktif dalam mengatur segala aspek kehidupan masyarakat dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat sedangkan DPR selaku lembaga yang memiliki kewenangan membentuk perundang-undangan dewasa ini lebih banyak membahas dan mengamandemen rancangan undang-undang yang diajukan pemerintah.
Perlu kiranya dipahami ruang lingkup pengawasan dan mekanisme pengawasan. Ruang lingkup pengawasan harus dikaitkan dengan kekuasaan dan hak DPR sebagaimana diatur dalam UUD 1945, yang meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran. Pembatasan ini perlu agar DPR tidak melakukan fungsi pengawasan yang menjadi wewenang lembaga lain. Untuk itulah mencermati realitas sekarang terkait dengan pelaksanaan hak yang dimiliki oleh DPR maka penggunaan salah satu haknya yakni hak angket difokuskan untuk melaksanakan fungsi pengawasan dari suatu lembaga perwakilan rakyat sehingga penyelidikan yang dilakukan oleh DPR sebenarnya terkait dengan ketentuan hukum, kebijakan-kebijakan yang menimbulkan korupsi yang menjadi dasar penyempurnaan suatu aturan hukum atau suatu kebijakan, bukan terkait mengenai dugaan tindak pidana korupsi, karena jelas perbuatan korupsi merupakan pelanggaran hukum yang menjadi wewenang penyelidik, penyidik, penuntut umum dan hakim.
Sebenarnya, melalui hak angket inilah terbangun suatu mekanisme check and balances antara DPR dan Presiden. Mencermati peran strategis dari hak angket dalam sistem ketatanegaraan kita, maka melalui hak angket ini DPR tidak dapat serta merta menjatuhkan Presiden karena untuk terjadinya impeachmet terhadap Presiden masih panjang tahapan yang harus ditempuh walaupun begitu hak angket ini merupakan pembuka jalan bagi DPR untuk meng-impechment Presiden. Dan apakah hak angket bank Century sekarang berujung pada jatuhnya Presiden SBY? Kita lihat saja nanti proses yang sekarang tengah dimainkan di DPR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar