Minggu, 08 Agustus 2010

Merefleksikan Kembali Semangat Reformasi

Oleh Lies Ariany

Masih terekam jelas dalam memori bangsa ini tentang gerakan yang telah dibangun oleh mahasiswa, bahwa di tanggal 21 Mei 1998 telah terjadi peristiwa penting dalam sejarah perjalanan bangsa karena runtuhnya rezim Orde Baru. Runtuhnya kekuasaan Soeharto yang pada pertengahan tahun 60-an dianggap tokoh kharismatik dan konon pernah dinobatkan oleh sebuah majalah asing sebagai orang terkuat dan paling berpengaruh di Asia.
Soeharto harus menanggalkan kekuasaan yang telah digenggamnya selama 32 tahun karena gerakan dan kepeloporan mahasiswa dan kaum intelektul-terdidik saat itu untuk satukan suara, satukan tekad dan satukan tujuan. Gerakan mahasiswa saat itu diawali dari gerakan moral di kampus-kampus. Namun akhirnya suara mereka semakin nyaring gaungnya dan berhasil mentransformasikan gerakannya dalam kerangka student movement ke social movement yang berhasil membangun opini strategis dan menjadi milik masyarakat secara luas.
Saat itu reformasi membawa harapan bagi masyarakat melalui 4 tuntutan yang disuarakan, yakni (a) Amandemen UUD 1945, (b) Berantas praktek Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), (c) Cabut paket 5 UU Politik yang dipandang menghambat perkembangan demokrasi, dan (d) Cabut Dwifungsi ABRI. Tuntutan yang diajukan tersebut ingin menggiring bangsa ini menuju perubahan mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sekarang saatnya kita mengevaluasi. Untuk itu diperlukan tolok ukur untuk menilai seberapa jauh keberhasilan atau kegagalan reformasi selama ini. Berhasil atau tidaknya gerakan reformasi dapat kiranya kita lihat dari seberapa jauh tuntutan-tuntutan reformasi mendapatkan respon positif dan telah dipenuhi bagi upaya perbaikan bangsa ini dalam memberantas segala bentuk penyelewengan sesuai dengan tuntutan reformasi seperti korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) dan penyalahgunaan kekuasaan.
Jika kita memandang wajah bangsa ini, dari persoalan-persoalan yang terus membelit hingga hari ini kita sudah menemukan jawaban bahwa sesungguhnya Indonesia negara yang gagal menjalankan amanat reformasi, karena reformasi belum mampu menjawab persoalan bangsa sehingga tuntutan reformasi belum diikuti dengan langkah nyata dan kesungguhan pemerintah sehingga negara tidak bisa melayani kebutuhan pokok rakyatnya, negara tak bisa melindungi kekayaan yang di miliki dari pencuri yang hilir-mudik di depan matanya, tidak bisa melindungi diri dari pencuri kayu di hutan, ikan di laut, dan korupsi yang bertebaran di depan mata, masih lemahnya kerja aparat penegak hukum dalam penerapan dan penegakan hukum.
Seharusnya untuk menyelesaikan masalah bangsa ini, yang utama di reformasi adalah moral aparat penegak hukum, dengan moralitas yang tinggi maka kiranya mampu menerapkan akal sehatnya dalam penegakan hukum selanjutnya dapat meningkatkan komitmen aparat penegak hukum pada keadilan sehingga perbaikan hukum yang mencakup penegakan supremasi hukum yang berkeadilan, sistem hukum yang responsif, enforcement yang nondiskriminatif dan sistem peradilan yang independen dapat terwujud.
Haruskah ada Reformasi jilid II agar mampu membersihkan wajah negeri ini? ataukah perlu tindakan ekstrim dengan melakukan revolusi agar lahir orang-orang baru dengan semangat perubahan, semangat perbaikan? karena sesungguhnya reformasi belum mampu meredam nafsu busuk dari orang-orang yang bermoral rendahan yang haus akan uang dan kekuasaan.
Sebagai negara yang menempatkan hukum diatas segalanya sudah seharusnya pemegang kekuasaan dalam negara pada saat menjalankan tugas dan wewenangnya harus berdasarkan pada hukum yang berlaku, seharusnya melalui amandemen UUD 1945 mencoba mewujudkan dan menjaga konstitusionalitas pelaksanaan kekuatan politik yang ada, dengan mendasarkan pada prinsip negara hukum, melalui sistem kontrol yang relevan dengan semangat reformasi yakni sistem kontrol yudisial.
Namun apa yang kita temui sungguh memilukan karena di negeri ini hukum bisa diperjualbelikan sesuai dengan keinginan orang, inilah jual beli yang teramat mahal karena sesungguhnya yang menjadi objeknya adalah keadilan itu sendiri. Pelaku yang terlibat pun tak tanggung-tanggung mulai dari pengacara, polisi, jaksa, panitera, hakim, orang-orang yang ditengarai dekat dengan aparat juga menjadi bagian konspirasi busuk. Mereka sesungguhnya orang-orang pintar memanipulasi hukum untuk kepentingannya.
Parah memang wajah hukum di negeri ini karena sebagai aparat penegak hukum yang seharusnya penjaga keadilan justru tercoreng oleh oknum-oknum yang tanpa moral telah menodai rasa keadilan dengan merekayasa kebenaran dan kesalahan sesuai dengan pesanan asalkan ada uang. hukum yang seharusya jelas antara hitam dan putih justru tercampur memunculkan warna abu-abu sehingga sulit membedakan mana yang benar mana yang salah.
Maraknya markus akhir-akhir ini sesungguhnya bukan hal yang baru karena sebenarnya markus sudah lama ada tapi selama ini tangan-tangan hukum seakan tak mampu untuk menjamahnya hingga akhirnya markus-markus menjadi tumbuh subur dan terus berkembang. Markus hadir karena mereka dibutuhkan oleh orang-orang yang memang menginginkan hal itu.
Masalah bangsa yang terus menyelimuti bangsa ini kalau tidak cepat diatasi, bukan mustahil negeri ini akan menuju kepada failed state. Untuk itu mahasiswa bersama kaum intelektual selaku insan akademis perlu kembali memantapkan fungsi kampus sebagai pusat penggerak politik moral, pengawal pelaksanaan reformasi. Sehingga mereka diharapkan tetap berada pada garis dasar perjuangannya, yakni tetap menyuarakan seruan moral dalam kondisi apapun tidak hanya di tahun 1998 itu saja agar arah gerakan reformasi tidak melenceng dari tujuan semula.
Untuk mendukung perbaikan bangsa ini, dunia kampus tidak hanya dituntut mampu memerankan proses transfer of knowledge tapi juga transfer of value karena mahasiswa dengan stamina yang kuat, energi yang meletup-letup, didasari dengan idealisme yang masih murni kiranya dapat membangun gerakan untuk merubah wajah buruk bangsa ini. Mampukah kita bersama melakukan gerakan itu? why not, selama masih ada nilai-nilai moral yang kita junjung tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar